Pages

Menjadi Muslim yang Berpendirian

Muhammad Qutub dalam salah
karya spektakulernya “Manhajut
Tarbiyah Al-Islamiyyah Nadhariyyah
wa Tathbiqan ” mengatakan, tiga
komponen yg amat menentukan
keberhasilan sebuah pendidikan.
Yaitu input, proses dan out-put. Jika
salah satu unsur dari ketiganya
kurang ideal, maka mustahil
melahirkan out-put yg diharapkan
pula.
Karenanya, bagi seorang Muslim,
iman harusnya menjadi input
penting agar bisa melahirkan sikap
dan kepribadian yg baik.
Iman adalah sumber energi jiwa
yg senantiasa memberikan
kekuatan yg tidak ada habis-
habisnya untuk bergerak memberi,
menyemai kebaikan, kebenaran dan
keindahan dalam taman kehidupan,
atau bergerak mencegah kejahatan,
kebatilan dan kerusakan di
permukaan bumi.
Iman juga merupakan gelora yg
mengalirkan inspirasi kepada akal
pikiran, yg kelak melahirkan
bashirah (mata hati). Sebuah
pandangan yg dilandasi oleh
kesempurnaan ilmu dan keutuhan
keyakinan.
Iman juga sebuah cahaya yg
menerangi dan melapangkan jiwa
kita, yg kelak melahirkan taqwa.
Sikap mental tawadhu (rendah hati),
wara ’ (membatasi konsumsi dari
yg halal), qona’ah (puas dengan
karunia Allah), yaqin (kepercayaan
yg penuh atas kehidupan abadi).
Iman adalah bekal yg menjalar di
seluruh bagian tubuh kita, maka
lahirlah harakah. Sebuah gerakan
yg terpimpin untuk
memenangkan kebenaran atas
kebatilan, keadilan atas kezaliman,
kekuatan jiwa atas kelemahan.
Iman menentramkan perasaan,
mempertajam emosi, menguatkan
tekad dan menggerakkan raga.
Intinya, iman mengubah individu
menjadi baik. Ia mampu mengubah
yg kaya menjadi dermawan, dan
miskin menjadi ‘iffah (menjaga
kehormatan dan harga diri). Ia juga
bisa membuat yg berkuasa
menjadi adil, dan yg kuat menjadi
penyayang, yg pintar menjadi
rendah hati, dan yg bodoh
menjadi pembelajar. Itulah iman.
Syeikh Muhammad Al-Ghazali
berkata dalam bukunya “Khuluqul
Muslim” mengatakan, “Apabila iman
telah menyatu jiwa, hanya Allah
yg paling berkuasa, segala yg
maujud ini hanya makhluq belaka
(mumkinul wujud). Keyakinan yg
kuat dan tumbuh berkembang
dengan subur, laksana mata air
yg tidak pernah kering
sumbernya, yg memberikan
dorongan kepada pemiliknya
semangat pengabdian, ibadat secara
terus-menerus, mampu memikul
tanggung jawab dan menanggulangi
kesulitan dan bahaya yg
dihadapinya. Pengabdian itu
dilakukan tak mengenal lelah sampai
menemui ajal tanpa ada rasa takut
dan cemas. ”
Prinsip Hidup
Orang mukmin adalah sosok
manusia yg memiliki prinsip
hidup yg dipeganginya dengan
erat. Ia berkerja sama dengan
siapapun dalam kebaikan dan
ketakwaan. Jika lingkungan sosialnya
mengajak kepada kemungkaran, ia
mengambil jalan sendiri.
“Janganlah ada di antara kamu
menjadi orang yg tidak
mempunyai pendirian, ia berkata :
Saya ikut bersama-sama orang,
kalau orang-orang berbuat baik,
saya juga berbuat baik, dan kalau
orang-orang berbuat jahat sayapun
berbuat jahat. Akan tetapi
teguhkanlah pendirianmu. Apabila
orang-orang berbuat kebajikan,
hendaklah engkau juga berbuat
kebajikan, dan kalau mereka
melakukan kejahatan, hendaknya
engkau menjauhi perbuatan jahat
itu. ” (HR. Turmudzi).
Orang mukmin yg sejati
mempunyai harga diri, tidak
melakukan perbuatan-perbuatan
yg hina. Apabila ia terpaksa
melakukan perbuatan-perbuatan
yg tidak pantas, perbuatannya itu
ia sembunyikan dan tidak
dipertontonkan di hadapan orang
banyak. Ia masih memiliki rasa malu
jika aibnya diketahui --apalagi-- ditiru
orang banyak.
Karenanya sungguh aneh, saat ini
seorang terdakwa kasus pornografi
– di mana terbukti melakukan
maksiat dan menvideokannya-
masih bisa senyum dan tak merasa
bersalah di depan publik.
Ada pula tipe orang Muslim yg
sering buru-buru menghindari diri
ketika orang lain dan musuh-musuh
agama Islam menuduh sebagai
“teroris” dengan cara menuding
kelompok lain. Alih-alih mencari
aman, kelompok seperti itu masih
tega mengatakan, “kami moderat,
mereka itu radikal.”
Seorang mukmin yg baik, ia
berani menegakkan kebenaran
sekalipun rasanya pahit. Untuk
memenuhi perintah Allah, tidak
untuk memperoleh maksud duniawi
yg rendah dan untuk tujuan
jangka pendek dan kenikmatan
sesaat (mata ’uddunya). Jika ia
membiarkan kebatilan mendominasi
kehidupan, maka imannya seolah
terjangkiti virus kelemahan. Seorang
mukmin teguh pendirianya,
bagaikan batu karang di tengah
lautan. Tegar dari amukan badai dan
hempasan gelombang serta pasang
surut lautan.
Kekuatan jiwa seorang muslim,
terletak pada kuat dan tidaknya
keyakinan yg dipeganginya. Jika
akidahnya teguh, kuat pula jiwanya.
Tetapi jika aqidahnya lemah, lemah
pula jiwanya. Ia tinggi karena
menghubungkan dirinya kepada
Allah Yang Maha Agung dan Maha
Tinggi.
Diriwayatkan dari ‘Auf bin Malik, ia
berkata: Rasulullah SAW memberikan
keputusan terhadap sebuah kasus
antara dua orang laki-laki. Ketika
kedua-duanya sudah pulang, yg
kalah dalam sidangnya ia berkata :
“Hasbiyallahu wa ni’mal wakil
Hasbiyallahu wa ni’mal
wakil.” (Allahlah yg mencukupkan
daku, dan Dialah sebaik-baik tempat
berlindung).
Mendengar perkataan orang yg
kalah itu, yg mungkin seolah-olah
mengeluh, Nabi SAW bersabda :
“Bahwasanya Allah mencela dan
membenci kelemahan, karena itu
hendaklah engkau berlaku bijaksana,
agar engkau jangan mendapati
kekalahan. Maka apabila sudah
berkali-kali engkau bijaksana,
dikalahkan juga engkau, barulah
engkau berkata : Hasbiyallahu
wani ’mal wakil.” (HR. Ahmad).
Orang beriman dalam beramal dan
mengabdi hanya mengharapkan
ridha Allah semata. Ia merupakan
manusia yg menakjubkan. Karena
ia dianggap sebagai inti (jauhar)
daripada unsur-unsur yg ada di
alam semesta. Tak peduli julukan,
stigma atau sebutan negatif oleh
pihak lain.
Iman akan selalu memberikan
ketegaran, keteguhan jiwa kepada
pemiliknya, sekalipun berhadapan
dengan kezaliman raja, bahkan
melawannya.
"Kami sekali-kali tidak akan
mengutamakan kamu daripada
bukti-bukti yg nyata (mukjizat),
yg telah datang kepada kami dan
daripada Tuhan yg telah
menciptakan kami; Maka
putuskanlah apa yg hendak kamu
putuskan. Sesungguhnya kamu
hanya akan dapat memutuskan
pada kehidupan di dunia Ini saja. ”
(QS. Thaha (20) : 72).
Iman-lah memberikan ketenangan
jiwa Nabi Musa as. ketika
dihadapkan dengan kenyataan pahit.
“Maka setelah kedua golongan itu
saling melihat, berkatalah pengikut-
pengikut Musa : Sesungguhnya kita
benar-benar akan tersusul. Musa
menjawab : Sekali-kali tidak akan
tersusul, sesungguhnya Tuhanku
bersamaku, kelak Dia akan memberi
petunjuk kepadaku. Lalu Kami
wahyukan kepada Musa : Pukullah
lautan itu dengan tongkatmu. Maka
terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap
belahan adalah bagaikan gunung
yg besar. ” (QS. 26 : 61-63).
Iman-jualah yg menjadikan
Nabiyullah Muhammad SAW tertidur
dengan pulas sekalipun nyawanya
sedang terancam.
“Jikalau kamu tidak menolongnya
(Muhammad) maka sesungguhnya
Allah telah menolongnya (yaitu)
ketika orang-orang kafir (musyrikin
Mekah) mengeluarkannya (dari
Mekah) sedang dia salah seorang
dari dua orang ketika keduanya
berada dalam gua, di waktu dia
berkata kepada temannya: Janganlah
kamu berduka cita, sesungguhnya
Allah beserta kita. ” (QS. 9 : 40).
Karenanya, kedudukan, kekayaan,
kepandaian yg tidak ditemani oleh
iman, ia hanya akan membuat
pemburunya kecewa. Seolah
disangka berupa air yg bisa
membasahi kerongkongan yg
kering karena kehausan. Padahal
setelah didatanginya hanya berupa
fatamorgana.
“Dan orang-orang kafir amal-amal
mereka adalah laksana fatamorgana
di tanah yg datar, yg disangka
air oleh orang-orang yg dahaga,
tetapi bila didatanginya air itu dia
tidak mendapatinya sesuatu apapun.
dan didapatinya (ketetapan) Allah
disisinya, lalu Allah memberikan
kepadanya perhitungan amal-amal
dengan cukup dan Allah adalah
sangat cepat perhitungan-
Nya . ” (QS. 24 : 39).
Karenanya, kata Allah, orang-orang
kafir, karena amal-amal mereka tidak
didasarkan atas iman, tidaklah
mendapatkan balasan dari Tuhan di
akhirat, walaupun di dunia mereka
mengira akan mendapatkan balasan
atas amalan mereka itu.
*Shalih Hasyim

0 komentar:

Posting Komentar