Pages

Syeikh Muhammad al Ghazali
pernah berkata dalam bukunya
“ Khuluqul Muslim” mengatakan;
“Apabila iman telah menyatu jiwa,
hanya Allah yg paling berkuasa,
segala yg maujud ini hanya
makhluq belaka (mumkinul wujud).
Keyakinan yg kuat dan tumbuh
berkembang dengan subur, laksana
mata air yg tidak pernah kering
sumbernya, yg memberikan
dorongan kepada pemiliknya
semangat pengabdian, ibadat secara
terus-menerus, mampu memikul
tanggngjawab dan menanggulangi
kesulitan dan bahaya yg
dihadapinya. Pengabdian itu
dilakukan tak mengenal lelah sampai
menemui ajal tanpa ada rasa takut
dan cemas. ”
Orang mukmin adalah sosok
manusia yg memiliki prinsip
hidup yg dipeganginya dengan
erat. Ia berkerja sama dengan
siapapun dalam kebaikan dan
ketakwaan. Jika lingkungan sosialnya
mengajak kepada kemungkaran, ia
mengambil jalan sendiri.
Di tengah dunia yg hanya
mememtingkan egoisme, sedikit kita
temukan orang-orang mukin yg
bisa menjaga diri. Sebaliknya, justru
kita banyak temukan kumpulan
orang mukmin yg tak memiliki
harga diri.
Sekedar contoh saja. Di saat dunia
Barat mengkampanyekan budaya
dan nilai-nilai idiologinya, kaum
Muslim tidak terasa juga ikut
termakan dan mengikuti jejaknya.
Semua hal dalam kehidupan selalu
diukur dan dinilai berdasarkan Hak
Asasi Manusia (HAM). Karena Barat
begitu membenci poligami dan
membenturkannya dengan HAM,
lantas para Muslimah kita juga ikut
tertular virusnya. Mereka lupa, Al-
Quran, membolehkannya (kata
membolahkan, bukan berarti
menganjurkan).
Bahkan penolak keras apa yang
dibolehkan Al-Quran ini bukan orang
Yahudi atau orang Nasrani. Justru
mereka adalah para aktivis,
mahasiswa dan ibu-ibu berjilbab.
Ketika Barat membagi-bagi
kelompok menjadi dua; Satu
kelompok disebutnya
"moderat" (yg berarti selalu
menerima ide-ide Barat), Satunya
disebut kelompok
"fundamentalis" (yg selalu
menolak ide Barat), umat Islam-pun
ramai-ramai mengikutinya.
Jangan heran, jika muncul tokoh-
tokoh Islam di sekitar kita seolah
berebut kata “moderat” dengan
maksud agar tak dituduh Barat
sebagai kelompok fundamentalis.
“Oh, kalau kami ini moderat, tak
seperti mereka.”
Ada semacam rasa bangga
menyebut dirinya 'moderat', seolah
ingin sekalian memojokkan saudara
yg lain. Bahkan mereka yg suka
berebut kata itu juga tak pernah
menyadari. Atas hak dan atas dasar
apa seseorang menyebut yg lain
radikal atau fundamenlis? Bahkan
seseorang ketika menuduh
seenaknya pihak lain, pada dasarnya
ia adalah ‘radikal’ dan
'fundamentalis'. Orang Muslim
seperti ini ibarat dua orang
bersaudara yg sedang
menghadapi hewan buas di tengah
hutan. Bukannya saling bekerjasama
dengan saudaranya melawan
binatang buas, ia justru mendorong
punggung saudaranya di depan si
hewan agar dia bisa lari dari
terkaman. Itulah cerminan
sebagaian dari wajah saudara-
saudara kita.
Apalagi di tengah zaman penuh
fitnah seperti ini. Orang berjilbab,
orang yg rajin ke masjid, rajin
ta ’lim, mengamalkan sunnah,
berjenggot, menggunakan simbul-
simbul Islam, maka akan mudah
baginya mendapat gelar “radikal”
atau bahkan cepat-cepat dituduh
“teroris”. Jika tak punya pendirian
teguh pada agama ini, mungkin
banyak orang akan melepaskan
kemuslimannya.
Seorang mukmin di zaman seperti
ini, akan banyak godaan iman. Jika
tidak istiqomah, mudah baginya
'menjual diri ’. Tak sedikit para
remaja putri atau para Muslimah
melepaskan jilbab dan terpaksa
membuka auratnya hanya karena
membela pekerjaanya. Tak sedikit
pula karyawan pria yg melupakan
kewajiban sholat dan mengabaikan
ibadahnya karena membela
pekerjaan atau takut kehilangan
jabatan.
Prinsip Hidup
Rasulullah Muhammad sering
menasehati agar kita menjadi
seorang yg memiliki pendirian
teguh pada agama ini.
Orang mukmin yg sejati
mempunyai harga diri, tidak
melakukan perbuatan-perbuatan
yg hina. Apabila ia terpaksa
melakukan perbuatan-perbuatan
yg tidak pantas. Mukmin yang
punya harga diri, ia juga malu
membuka aib saudaranya atau jika
tau kekurangan saudaranya. Ia malu
mempertontonkan di hadapan
orang banyak jika aib itu diketaui
orang lain.
Seorang mukmin yg memiliki
harga dini, ia pasti berani
menegakkan kebenaran sekalipun
rasanya pahit. Ia rela mendapat
cacian, hinaan atau stigma-stigma
buruk sekalipun. Karena ia tak
memburu urusan jangka pendek
dan kenikmatan sesaat
(mata ’uddunya). Seorang mukmin
teguh pendirianya, bagaikan batu
karang di tengah lautan. Tegar dari
amukan badai dan hempasan
gelombang serta pasang surut
lautan.
Kekuatan jiwa seorang muslim,
terletak pada kuat dan tidaknya
keyakinan yg dipegangnya. Jika
akidahnya teguh, kuat pula jiwanya.
Tetapi jika aqidahnya lemah, lemah
pula jiwanya. Ia tinggi karena
menghubungkan dirinya kepada
Allah Yang Maha Agung dan Maha
Tinggi.
Diriwayatkan dari ‘Auf bin Malik, ia
berkata: Rasulullah SAW memberikan
keputusan terhadap sebuah kasus
antara dua orang laki-laki. Ketika
kedua-duanya sudah pulang, yg
kalah dalam sidangnya ia berkata :
"Hasbiyallahu wa ni ’mal wakil"
(Allahlah yg mencukupkan daku,
dan Dialah sebaik-baik tempat
berlindung).
Orang mukmin adalah sosok
manusia yg memiliki prinsip
hidup yg dipeganginya dengan
erat. Ia berkerja sama dengan
siapapun dalam kebaikan dan
ketakwaan. Namun jika lingkungan
sosialnya mengajak kepada
kemungkaran, ia akan mengambil
jarak bahkan akan “keluar” dari
lingkungan itu. Bukan sebaliknya,
ikut arus. Seorang mukmin sejati dia
akan tetap istiqomah dan amanah,
meski seluruh lingkungannya
tercemah ‘korupsi’.
Rasulullah melarang orang Muslim
tak memiliki pendirian. “Saya
ikut bersama-sama orang, kalau
orang-orang berbuat baik, saya juga
berbuat baik, dan kalau orang-orang
berbuat jahat sayapun berbuat
jahat. Akan tetapi teguhkanlah
pendirianmu. Apabila orang-orang
berbuat kebajikan, hendaklah
engkau juga berbuat kebajikan, dan
kalau mereka melakukan kejahatan,
hendaknya engkau menjauhi
perbuatan jahat itu.” (HR.
Turmudzi).
Karenanya, agar hidup kita
senantiasa terus dinaungi cahaya
Allah dan terus teguh pendirian,
maka iman adalah sumber energi
yg senantiasa memberikan
kekuatan yg tidak ada habis-
habisnya. Iman adalah gelora yg
mengalirkan inspirasi kepada akal
pikiran, maka lahirlah bashirah (mata
hati). Sebuah pandangan yg
dilandasi oleh kesempurnaan ilmu
dan keutuhan keyakinan.
Sebab iman adalah cahaya yg
menerangi dan melapangkan jiwa
kita, dan melahirkam taqwa. Sikap
mental tawadhu (rendah hati), wara‘
(membatasi konsumsi dari yg
halal), qona ’ah (puas dengan karunia
Allah), yaqin (kepercayaan yg
penuh atas kehidupan abadi). Iman
adalah bekal yg menjalar di
seluruh bagian tubuh kita, maka
lahirlah harakah. Sebuah gerakan
yg terpimpin untuk
memenangkan kebenaran atas
kebatilan, keadilan atas kezaliman,
kekauatan jiwa atas kelemahan.
Iman menentramkan perasaan,
mempertajam emosi, menguatkan
tekat dan menggerakkan raga.
*Shalil Hasyim
*dikutip dari Hidayatullah

0 komentar:

Posting Komentar